AL-ISNAD
AL-‘AALY WA AN-NAAZIL DAN MUSALSAL
(Sanad yang
Tinggi dan Rendah Serta Sanad yang Bersambung)
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah:
Ilmu Mushthalah Al-Hadits
Dosen: Ustadzah
Hijry Nur Fauziyah
Penyusun:
1.
Annisa Nurun Najiyah
2.
Nurry Faizah
3.
Khaulah Zakiyya
4.
Ihda Husnayaini
5.
Uswatun Hasanah
AL-MA’HAD
AL-‘ALY LI AL-BANAAT AL-ISLAMIYYAH
HIDAYATURRAHMAN
SRAGEN
2017
I.
PENDAHULUAN
Sanad merupakan salah satu komponen
dari ilmu hadits yang sangat urgent. Para muhaddits ketika menghafal hadits tak
terkecuali beserta sanadnya. Banyak pembagian dalam kategori sanad hadits
tersebut, tergantung pada sudut pandangnya. Salah satu syarat diterimanya suatu
hadits tergantung pada sanadnya, apakah ia bersambung ataukah terputus. Ataupun
dipandang dari sifat-sifat perawi yang meriwayatkan hadist, bahkan tinggi atau
rendahnya kualitas sanad hadits dipandang dari sisi perawinya.
Disini, kami hendak memaparkan
sedikit ilmu yang berkaitan dengan tinggi dan rendahnya nilai suatu sanad dan
hadits musalsal (hadits yang diikuti perawi dalam sanad secara berurutan) baik
dalam keadaan, sifat maupun perkataan. Terdapat beberapa komponen dalam setiap
sub babnya yang masih berkaitan dengan sebelumnya.
II.
PEMBAHASAN
AL-ISNAD AL-‘ALY DAN AL-ISNAD AN-NAAZIL
1.
Pengertian
Sanad merupakan hal yang spesifik dan keutamaan yang dimiliki umat
ini, yang tidak dimiliki uamat-umat lain sebelumnya. Dan termasuk sanad
muakkad.seorang muslim bersandar kepada sanad dalam mentransfer hadits maupun berita. Imam ibnu al Mubarak
berkata: “sanad itu merupakan bagian dari agama. Seandainya tidak ada sanad,
maka pastilah manusia itu akan berkata sekehendaknya”. Sementara ats-tsauri
berkata: “sanad itu senjatanya orang mukmin”. Hukum mencari sanad yang tinggi adalah
disunnahkan.
a.
Menurut
Bahasa: al-‘ali merupakan isim fa’il dari kata al-‘uluw lawan dari kata
an-nuzul. Sedangkan an-nazil itu adalah isim fa’il dari kata an-nuzul.
b.
Menurut
istilah:
1.
Al-isnad
al-‘ali yaitu hadits yang jumlah bilangan rawinya lebih sedikit dibandingkan
dengan sanad yang lain yang menyangkut hadits tersebut.
2.
Al-isnad
an-nazil yaitu hadits yang jumlah bilangan rawinya lebih banyak dibandingkan
dengan sanad lain yang menyangkut hadits tersebut.
2.
Pembagian sanad ‘ali
Sanad ‘ali dibagi menjadi lima
kelompok, satu diantaranya ‘uluw adalah mutlak, sedangkan sisanya adalah ‘uluw
nisbi. Pembagiannya adalah sebagai berikut:
a.
Dekat
dengan rasulullah saw dengan sanad yang shahih lagi bersih dari cacat. Ini juga
disebut sebagai ‘uluw mutlak, dan paling tinggi kualitasnya.
b.
Dekat
dengan imam-imam hadits, meski banyak yang setelahnya telah sampai pada
rasulullah saw.
c.
Dekat
dengan riwayat salah satu dari kitab yang enam atau kitab-kitab rujukan
lainnya. Ini yang banyak diperhatikan oleh para ulama kontemporer, berupa
muwafaqqah, ibdal, musawah, dan mushafahah.
1.
muwafaqqah:
yaitu sampainya sanad pada syeikh salah seorang penyusun kitab hadits, yang
bukan melalui jalurnya, yang jumlah bilangan rawinya lebih sedikit dibandingkan
melalui jalur yang diriwayatkan (penyusun kitab).
2.
Badal:
yaitu sampainya sanad pada syeikh dari
gurunya salah seorang penyusun kitab
hadits yang bukan melalui jalurnya, yang jumlah bilangan rawinya lebih sedikit
dibandingkan melalui jalur yang diriwayatkan (penyusun kitab).
3.
Musawah:
yaitu samanya jumlah bilangan rawi antara seseorang yang meriwayatkan hingga
akhir (sanad) dengan sanad salah seorang penyusun kitab hadits.
4.
Mushafahah:
yaitu samanya jumlah bilangan rawi hingga akhir sanad dengan sanad murid salah
seorang penyusun kitab hadits.
d.
‘uluw
karena si rawi meninggalnya lebih awal.
e.
‘uluw
karena mendengarnya lebih awal. Yaitu mendengar dari syeikhnya lebih dahulu.
Siapa saja yang mendengar dari gurunya lebih awal maka lebih tinggi
dibandingkan dengan yang mendengarkan belakangan.
3.
Pembagian sanad nuzul
Sanad nuzul dibagi menjadi lima
kelompok,hal tersebut dapat diketahui dari lawannya. Setiap bagian dari ‘uluw
merupakan lawan dari bagian nuzul.
Menurut jumhur, sanad ‘uluw lebih
utama daripada sanad nuzul. Karena menjauhkan banyak penyebab kerusakan pada
hadits, dan sanad nuzul itu dibenci. Sanad nazil menjadi lebih utama apabila
dibandingkan dengan faidah-faidah tertentu.
4.
Kitab yang popular
Tidak ditemukan kitab khusus yang membahas sanad-sanad yang ‘aly
maupun yang nazil. Akan tetapi terdapat kitab yang membahas bab tersebut secara
umum yaitu terdapat dalam kitab Ats-tsulasiyat. Diantara kitab-kitab
Ats-tsulatsiyat adalah:
a.
tsulatsiyat
al-bukhari, karya ibnu hajar.
b.
Tsulatsiyat
ahmad bin hanbal, karya al-lafarini.
HADITS MUSALSAL
1.
Pengertian
Secara bahasa adalah musalsal
terbentuk dari kata سلسل-يسلسل-السلسلة yang berarti bersambungnya sesuatu dengan yang lain. Ada pula
yang mengartikan rantai yang bersambung, bagian-bagian yang serupa.
Sedangkan Secara istilah yaitu: sebuah hadits yang dalam sanandnya antara satu
perawi dengan perawi setelahnya melakukan hal yang sama, baik berupa perkataan,
perbuatan ataupun keduanya. Ada pula yang mengartikan “Suatu hadits yang sama
dan berurutan dalam segi keadaan dan sifat perawi-perawinya atau keadaan dan
sifat dalam cara meriwayatkannya”.[1]
Ataupun dengan ungkapan bersambungnya sanad bersamaan keadaan dan sifatnya
dalam segi perkataan ataupun perbuatan. Diulang-ulang dalam perawi dan
riwayatnya, dan saling berkaitan antara tempat dan waktu periwayatannya.
2.
Pembagian Hadits Musalsal
Berdasarkan dari penjelasan makna
Hadits Musalsal diatas maka bisa disimpulkan bahwa macam-macam Hadits Musalsal
dibagi menjadi 3, yaitu:
a.
Musalsal Biahwaali Ar-Ruwwat
Maksudnya ialah hadits yang sanadnya
bersambung sedang perawi haditsnya saling mengikuti dalam keadaan sang perawi dari
segi perkataan, perbuatan, atau kedua-duanya sekaligus. Dalam musalsal macam
ini, ada beberapa kategori adalahsebagai berikut:
1.
Musalsal
Biahwaali Al-Qouliyah:
Yaitu hadits yang sanadnya bersambung dan sama dalam segi keadaan
secara perkataannya. Contoh dalam hadits berikut ini:
حديث معاذ بن جبل ان النبي صلي الله عليه وسلام قال له: يا معاذ إني
أحبك، فقل في دبر كل صلاة: اللهم اعني علي ذكرك وشكرك وحسن عبادتك
Hadits Mu’adz bin Jabal, bahwasanya
nabi shallallahu ‘alihi wasallam berkata kepadanya: “Wahai Mu’adz,
sesungguhnya aku mencintaimu. Maka, katakanlah disetiap akhir sholatmu: Ya
Allah, bantulah aku agar senantiasa berdzikir kepadaMu, senantiasa berdzikir
kepadaMu dan senantiasa beribadah dengan baik kepadaMu.”(HR. Abu Dawud)
Hadits
ini musalsal (bersambung dan sama) antara perawi dengan perawi setelahnya dalam
ungkapan: “Sesungguhnya aku mencintaimu, maka ucapkanlah setiap selesai
sholat.” Setiap perawi yang menyampaikan kepada perawi yang lain selalu memulai
dengan kata-kata tersebut. Sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dalam
perkataan beliau terhadap Mu’adz.[2]
2.
Musalsal
Biahwaali Ar-ruwaati Al-Fi’liyah
Adalah hadits yang sanadnya
bersambung dan sama dalam segi keadaan perbuatannya. Contoh dalam hadits
berikut ini:
حديث أبو هريرة رضي الله عنه قال: شبّك
بيدي أبو القاسم صلّى الله عليه وسلّم وقال:
خلق الله الأرض يوم السبت.
Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: tangan Abu
Qasim (Rasulullah) shallallahu ‘alaihi wasallam menggenggamkan tangannya
pada jari-jemariku seraya bersabda: “Allah menciptakan bumi pada hari sabtu”.
Hadits ini bersambung sanadnya bersamaan perbuatan para perawi
terhadap perawi lainnya. Yaitu melakukan sebagaimana Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam melakukannya terhadap Abu Hurairah.
3.
Musalsal
Qouliyan dan Fi’liyan Ma’an
حديث انس بن مالك رضي
الله عنه قال: قال رسول الله صلي الله عليه والسلام: لايجد العبد حلاوة الايمان
حتي يؤمن بالقدر خيره وشره, حلوه ومره, وقبض رسول الله صلي الله عليه وسلام علي
لحيته وقال أمنت بالقدر خيره وشره, حلوه ومره
Hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu Berkata: Rasulallah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Seorang hamba tidak mendapatkan manisnya iman sehingga beriman kepada ketentuan Allah (Qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya.” Rasulallah sambil memegang jenggot bersabda: “ Aku beriman pada ketentuan Allah (qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya.” (HR. Al-Hakim secara musalsal)
Hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu Berkata: Rasulallah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Seorang hamba tidak mendapatkan manisnya iman sehingga beriman kepada ketentuan Allah (Qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya.” Rasulallah sambil memegang jenggot bersabda: “ Aku beriman pada ketentuan Allah (qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya.” (HR. Al-Hakim secara musalsal)
Hadits tersebut adalah yang
bersambung sanadnya bersamaan dalam keadaan secara perkataan dan perbuatan
sekaligus.
b.
Musalsal Bishifati Ar-rawi
Yaitu para perawi dalam satu sanad mengikuti parawi yang pertama
sesuai dengan sifat perawinya. Para perawi disini dalam sanad yang bersambung.
Sifat perawi hadits terdapat dalam dua kategori, yaitu: Qauliyah dan Fi’liyah
(dipandang dari segi perkataan dan perbuatan).
1.
Sifat
yang pertama adalah musalsal bisifati ar-ruwati al-qauliyyah.
Yaitu para perawi hadits dalam sanad
yang bersambung mengikuti sifat perawi yang pertama dalam segi perkataannya.
Jadi, perkataan yang disampaikan oleh perawi sama dan sesuai perkataan yang
perawi dengar.
Contoh:
أن الصحابة سالوا الرسول
الله صلي الله عليه وسلام عن أحب الاعمال الي الله عزوجل ليعملوه
فقرأ عليهم سورة الصف
Hadits musalsal (bersambung) dengan bacaan surat Ash-Shaff. Maka,
bacaan surat Ash-Shaff seorang yang meriwayatkan hadits sesuai dengan semua
bacaan rawi: (Bacaannya seperti ini)[3]
Maksudnya, antara perawi yang
menyampaikan bacaan surat Ash-Shaff sama seperti bacaan yang telah perawi
dengar.
2.
Sifat
yang kedua adalah musalsal bishifati ar-ruwati al-fi’liyyah.
Yaitu para perawi hadits dalam sanad
yang bersambung mengikuti sifat perawi yang pertama dalam segi perbuatannya.
Perbuatan dalam hadits sifatnya sama terus menerus diantara perawi dalam satu
sanad. Misalnya:
حديث ابن عمر مرفوعا: البيعان بالخيار
“Penjual dan pembeli diperbolehkan melakukan khiyar (hak memilih)”
Hadits ini diriwayatkan secara musalsal secara terus-menerus oleh
fuqaha’ kepada fuqaha’. Hal ini termasuk musalsal dengan menisbatkan nama-nama
tertentu yang telah disepakati dengan disertai nama bangsanya Al-Muhammadiin,
Ad-Damasyqy, Al-Mishriyyin atau yang lainnya. Ataupun menambahkan gelar pada
nama-nama tertentu dalam hadist dengan menambahkan gelar Al-Hafidz, Al-Fuqaha’
seperti contoh hadits diatas atau yang lainnya.[4]
c.
Musalsal Bishifaati Ar-Riwaayat
Musalsal bishifati ar-riwayat
adalah antara perawi hadits memiliki sifat periwayatan yang sama. Musalsal
bishifati ar-riwayat terbagi menjadi tiga:
1.
Musalsal bishiyaghi al-adaa’
Adalah persamaan perawi dalam
susunan kata periwayatan. Misalnya,
perawi menggunakan kata (سمعت) sami’tu atau (أخبرنا) akhbarnaa dalam setiap periwayatannya dalam sebuah
sanad secara terus-menerus.
2.
Musalsal bizamaani ar-riwaayat
Adalah persamaan perawi hadits dalam
waktu periwayatannya. Misalnya,
حديث ابن عباس قال: شهدت رسول الله صلي الله عليه
وسلام في يوم عيدالفطر او أضحي,
فلما فرغ من الصلاة اقبل علينا بوجهه, فقال:
أيهاالناس قدأصبحتم خيرا فمن أحب أن ينصرف فلينصرف،
ومن أحب أن يقيم حتي يسمع الخطبة فليقم
Hadits Ibnu Abbas ia berkata: “Aku menyaksikan
Rasulullah pada hari raya idul fitri ataupun idul adha, ketika selesai shalat
beliau menghadap ke arah kami dan berkata: “Wahai manusia sekalian, telah
datang kepada kalian kebaikan…”
Hadits musalsal yang diriwayatkan ketika hari raya. Maka, para perawi hadits mengatakan (حدثني في يوم العيد). Para perawi mendapatkan dan menyampaikan hadits tersebut ketika hari raya.
Hadits musalsal yang diriwayatkan ketika hari raya. Maka, para perawi hadits mengatakan (حدثني في يوم العيد). Para perawi mendapatkan dan menyampaikan hadits tersebut ketika hari raya.
3.
Musalsal bimakaani ar-riwaayat
Adalah persamaan hadits dalam tempat
periwayatan. Contoh:
سمعت رسول الله صلي الله عليه وسلام يقول:
الملتزم موضع يستجاب فيه الدعاء,
ومادعاالله فيه عبددعوة الا استجاب له
Hadits Ibnu Abbas: “Telah ku dengar
dari rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ia berkata: “Multazam
adalah tempat diijabahnya do’a,dan barang siapa yang berdo’a kepada Allah
didalamnya maka akan Allah kabulkan.” Ibnu Abbas menambahkan “ demi Allah,
setelah aku mendengar perkataan rasulullah aku tidak pernah do’a kepada Allah
kecuali Allah mengabulkannya.” Hadits ini telah disambungkan secara terus
menerus dengan lafadz makna tempat ini oleh para perawi.
Kelebihan hadits musalsal adalah bersambungnya sanad melalui
pendengaran. Tidak akan ada yang mentadlis dan tidak terputus sanadnya dalam
hadits ini. Serta menambah nilai kedhabitan bagi para perawi. Dalam hadits
musalsal, tidak ada syarat tertentu. Sebagian hadits, musalsal (kesamaannya)
dari awal hingga akhir. Akan tetapi, terkadang hadits musalsal terputus
ditengah ataupun diakhir sanad. Dan biasanya dikatakan demikian “ Hadits ini
musalsal (disandarkan kesamaannya) kepada si fulan.”
Hadits musalsal tidak ada kaitannya terhadap keshahihan sebuah
hadits. Karena dalam hadits musalsal terdapat hadits-hadits shahih, hasan,
dho’if dan bathil, tergantung keadaan perawinya. Sedangkan keshahihan hadits
tergantung bersambungnya silsilah perawi yang adil dan dhabith pada jalur
sanad.
(Sumber:
Dr. Mahmud Ath-Thahaan, Taysiiru Mushthalah Al-Hadits: 224-232 dan Dr. Muhammad
‘Ijaj Al-Khathib, Ushul Al-Hadits Uluumuhu wa Mushthalahahu: 375-378)
[1]
Hafidz Hasan ash-Su’udi, Mukhtarul Mugits fi ‘Ilmi Mushtalahil Hadits, (Semarang:
Pustaka al ‘Alaq), hlm. 17
[2] http://ibnuumar-amz.blogspot.co.id/2009/04/hadis-musalsal.html
[3]
Dr. Muhammad
‘Ijaj Al-Khathib, Ushul Al-Hadits Uluumuhu wa Mushthalahahu, hal: 376
[4] Dr. Mahmud
Ath-Thahan, Taysiru Mushthalah Al-Hadits, (Maktabah Al-Ma’arif Linnasyri
Wa At-Tauzi’:Riyadh) hal: 231
Tidak ada komentar:
Posting Komentar