Kamis, 17 Agustus 2017

Al Isnad Al 'Aly Wa An Nazil dan Musalsal





AL-ISNAD AL-‘AALY WA AN-NAAZIL DAN MUSALSAL
(Sanad yang Tinggi dan Rendah Serta Sanad yang Bersambung)
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Ilmu Mushthalah Al-Hadits
Dosen: Ustadzah Hijry Nur Fauziyah


Penyusun:
1.      Annisa Nurun Najiyah
2.      Nurry Faizah
3.      Khaulah Zakiyya
4.      Ihda Husnayaini
5.      Uswatun Hasanah
AL-MA’HAD AL-‘ALY LI AL-BANAAT AL-ISLAMIYYAH
HIDAYATURRAHMAN
SRAGEN
2017
I.                   PENDAHULUAN
Sanad merupakan salah satu komponen dari ilmu hadits yang sangat urgent. Para muhaddits ketika menghafal hadits tak terkecuali beserta sanadnya. Banyak pembagian dalam kategori sanad hadits tersebut, tergantung pada sudut pandangnya. Salah satu syarat diterimanya suatu hadits tergantung pada sanadnya, apakah ia bersambung ataukah terputus. Ataupun dipandang dari sifat-sifat perawi yang meriwayatkan hadist, bahkan tinggi atau rendahnya kualitas sanad hadits dipandang dari sisi perawinya.
Disini, kami hendak memaparkan sedikit ilmu yang berkaitan dengan tinggi dan rendahnya nilai suatu sanad dan hadits musalsal (hadits yang diikuti perawi dalam sanad secara berurutan) baik dalam keadaan, sifat maupun perkataan. Terdapat beberapa komponen dalam setiap sub babnya yang masih berkaitan dengan sebelumnya.
II.                PEMBAHASAN
AL-ISNAD AL-‘ALY DAN AL-ISNAD AN-NAAZIL
1.      Pengertian
Sanad merupakan hal yang spesifik dan keutamaan yang dimiliki umat ini, yang tidak dimiliki uamat-umat lain sebelumnya. Dan termasuk sanad muakkad.seorang muslim bersandar kepada sanad dalam mentransfer  hadits maupun berita. Imam ibnu al Mubarak berkata: “sanad itu merupakan bagian dari agama. Seandainya tidak ada sanad, maka pastilah manusia itu akan berkata sekehendaknya”. Sementara ats-tsauri berkata: “sanad itu senjatanya orang mukmin”. Hukum mencari sanad yang tinggi adalah disunnahkan.

a.       Menurut Bahasa: al-‘ali merupakan isim fa’il dari kata al-‘uluw lawan dari kata an-nuzul. Sedangkan an-nazil itu adalah isim fa’il dari kata an-nuzul.
b.      Menurut istilah:
1.      Al-isnad al-‘ali yaitu hadits yang jumlah bilangan rawinya lebih sedikit dibandingkan dengan sanad yang lain yang menyangkut hadits tersebut.
2.      Al-isnad an-nazil yaitu hadits yang jumlah bilangan rawinya lebih banyak dibandingkan dengan sanad lain yang menyangkut hadits tersebut.
2.      Pembagian sanad ‘ali
Sanad ‘ali dibagi menjadi lima kelompok, satu diantaranya ‘uluw adalah mutlak, sedangkan sisanya adalah ‘uluw nisbi. Pembagiannya adalah sebagai berikut:
a.       Dekat dengan rasulullah saw dengan sanad yang shahih lagi bersih dari cacat. Ini juga disebut sebagai ‘uluw mutlak, dan paling tinggi kualitasnya.
b.      Dekat dengan imam-imam hadits, meski banyak yang setelahnya telah sampai pada rasulullah saw.
c.       Dekat dengan riwayat salah satu dari kitab yang enam atau kitab-kitab rujukan lainnya. Ini yang banyak diperhatikan oleh para ulama kontemporer, berupa muwafaqqah, ibdal, musawah, dan mushafahah.
1.      muwafaqqah: yaitu sampainya sanad pada syeikh salah seorang penyusun kitab hadits, yang bukan melalui jalurnya, yang jumlah bilangan rawinya lebih sedikit dibandingkan melalui jalur yang diriwayatkan (penyusun kitab).
2.      Badal: yaitu sampainya sanad pada syeikh  dari gurunya salah  seorang penyusun kitab hadits yang bukan melalui jalurnya, yang jumlah bilangan rawinya lebih sedikit dibandingkan melalui jalur yang diriwayatkan (penyusun kitab).
3.      Musawah: yaitu samanya jumlah bilangan rawi antara seseorang yang meriwayatkan hingga akhir (sanad) dengan sanad salah seorang penyusun kitab hadits.
4.      Mushafahah: yaitu samanya jumlah bilangan rawi hingga akhir sanad dengan sanad murid salah seorang  penyusun kitab hadits.
d.      ‘uluw karena si rawi meninggalnya lebih awal.
e.       ‘uluw karena mendengarnya lebih awal. Yaitu mendengar dari syeikhnya lebih dahulu. Siapa saja yang mendengar dari gurunya lebih awal maka lebih tinggi dibandingkan dengan yang mendengarkan belakangan.
3.      Pembagian sanad nuzul
Sanad nuzul dibagi menjadi lima kelompok,hal tersebut dapat diketahui dari lawannya. Setiap bagian dari ‘uluw merupakan lawan dari bagian nuzul.
Menurut jumhur, sanad ‘uluw lebih utama daripada sanad nuzul. Karena menjauhkan banyak penyebab kerusakan pada hadits, dan sanad nuzul itu dibenci. Sanad nazil menjadi lebih utama apabila dibandingkan dengan faidah-faidah tertentu.
4.      Kitab yang popular
Tidak ditemukan kitab khusus yang membahas sanad-sanad yang ‘aly maupun yang nazil. Akan tetapi terdapat kitab yang membahas bab tersebut secara umum yaitu terdapat dalam kitab Ats-tsulasiyat. Diantara kitab-kitab Ats-tsulatsiyat adalah:
a.       tsulatsiyat al-bukhari, karya ibnu hajar.
b.      Tsulatsiyat ahmad bin hanbal, karya al-lafarini.







HADITS MUSALSAL
1.      Pengertian
Secara bahasa adalah musalsal terbentuk dari kata سلسل-يسلسل-السلسلة yang berarti bersambungnya sesuatu dengan yang lain. Ada pula yang mengartikan rantai yang bersambung, bagian-bagian yang serupa.
Sedangkan Secara istilah yaitu: sebuah hadits yang dalam sanandnya antara satu perawi dengan perawi setelahnya melakukan hal yang sama, baik berupa perkataan, perbuatan ataupun keduanya. Ada pula yang mengartikan “Suatu hadits yang sama dan berurutan dalam segi keadaan dan sifat perawi-perawinya atau keadaan dan sifat dalam cara meriwayatkannya”.[1] Ataupun dengan ungkapan bersambungnya sanad bersamaan keadaan dan sifatnya dalam segi perkataan ataupun perbuatan. Diulang-ulang dalam perawi dan riwayatnya, dan saling berkaitan antara tempat dan waktu periwayatannya.
2.      Pembagian Hadits Musalsal
Berdasarkan dari penjelasan makna Hadits Musalsal diatas maka bisa disimpulkan bahwa macam-macam Hadits Musalsal dibagi menjadi 3, yaitu:
a.      Musalsal Biahwaali Ar-Ruwwat
Maksudnya ialah hadits yang sanadnya bersambung sedang perawi haditsnya saling mengikuti dalam keadaan sang perawi dari segi perkataan, perbuatan, atau kedua-duanya sekaligus. Dalam musalsal macam ini, ada beberapa kategori adalahsebagai berikut:
1.      Musalsal Biahwaali Al-Qouliyah:
Yaitu hadits yang sanadnya bersambung dan sama dalam segi keadaan secara perkataannya. Contoh dalam hadits berikut ini:
حديث معاذ بن جبل ان النبي صلي الله عليه وسلام قال له: يا معاذ إني أحبك، فقل في دبر كل صلاة: اللهم اعني علي ذكرك وشكرك وحسن عبادتك 
Hadits Mu’adz bin Jabal, bahwasanya nabi shallallahu ‘alihi wasallam berkata kepadanya: “Wahai Mu’adz, sesungguhnya aku mencintaimu. Maka, katakanlah disetiap akhir sholatmu: Ya Allah, bantulah aku agar senantiasa berdzikir kepadaMu, senantiasa berdzikir kepadaMu dan senantiasa beribadah dengan baik kepadaMu.”(HR. Abu Dawud)
Hadits ini musalsal (bersambung dan sama) antara perawi dengan perawi setelahnya dalam ungkapan: “Sesungguhnya aku mencintaimu, maka ucapkanlah setiap selesai sholat.” Setiap perawi yang menyampaikan kepada perawi yang lain selalu memulai dengan kata-kata tersebut. Sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dalam perkataan beliau terhadap Mu’adz.[2]

2.      Musalsal Biahwaali Ar-ruwaati Al-Fi’liyah
Adalah hadits yang sanadnya bersambung dan sama dalam segi keadaan perbuatannya. Contoh dalam hadits berikut ini:
حديث أبو هريرة رضي الله عنه قال: شبّك بيدي أبو القاسم صلّى الله عليه وسلّم وقال:
خلق الله الأرض يوم السبت.

Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: tangan Abu Qasim (Rasulullah) shallallahu ‘alaihi wasallam menggenggamkan tangannya pada jari-jemariku seraya bersabda: “Allah menciptakan bumi pada hari sabtu”.
Hadits ini bersambung sanadnya bersamaan perbuatan para perawi terhadap perawi lainnya. Yaitu melakukan sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukannya terhadap Abu Hurairah.
3.      Musalsal Qouliyan dan Fi’liyan Ma’an
حديث انس بن مالك رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلي الله عليه والسلام: لايجد العبد حلاوة الايمان حتي يؤمن بالقدر خيره وشره, حلوه ومره, وقبض رسول الله صلي الله عليه وسلام علي لحيته وقال أمنت بالقدر خيره وشره, حلوه ومره
Hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu Berkata: Rasulallah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Seorang hamba tidak mendapatkan manisnya iman sehingga beriman kepada ketentuan Allah (Qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya.” Rasulallah sambil memegang jenggot bersabda: “ Aku beriman pada ketentuan Allah (qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya.” (HR. Al-Hakim secara musalsal)
Hadits tersebut adalah yang bersambung sanadnya bersamaan dalam keadaan secara perkataan dan perbuatan sekaligus.
 
b.      Musalsal Bishifati Ar-rawi
Yaitu para perawi dalam satu sanad mengikuti parawi yang pertama sesuai dengan sifat perawinya. Para perawi disini dalam sanad yang bersambung. Sifat perawi hadits terdapat dalam dua kategori, yaitu: Qauliyah dan Fi’liyah (dipandang dari segi perkataan dan perbuatan).
1.      Sifat yang pertama adalah musalsal bisifati ar-ruwati al-qauliyyah.
Yaitu para perawi hadits dalam sanad yang bersambung mengikuti sifat perawi yang pertama dalam segi perkataannya. Jadi, perkataan yang disampaikan oleh perawi sama dan sesuai perkataan yang perawi dengar.
Contoh:
 أن الصحابة سالوا الرسول الله صلي الله عليه وسلام عن أحب الاعمال الي الله عزوجل ليعملوه
فقرأ عليهم سورة الصف

Hadits musalsal (bersambung) dengan bacaan surat Ash-Shaff. Maka, bacaan surat Ash-Shaff seorang yang meriwayatkan hadits sesuai dengan semua bacaan rawi: (Bacaannya seperti ini)[3]
Maksudnya, antara perawi yang menyampaikan bacaan surat Ash-Shaff sama seperti bacaan yang telah perawi dengar.

2.      Sifat yang kedua adalah musalsal bishifati ar-ruwati al-fi’liyyah.
Yaitu para perawi hadits dalam sanad yang bersambung mengikuti sifat perawi yang pertama dalam segi perbuatannya. Perbuatan dalam hadits sifatnya sama terus menerus diantara perawi dalam satu sanad. Misalnya:
حديث ابن عمر مرفوعا: البيعان بالخيار
“Penjual dan pembeli diperbolehkan melakukan khiyar (hak memilih)”
Hadits ini diriwayatkan secara musalsal secara terus-menerus oleh fuqaha’ kepada fuqaha’. Hal ini termasuk musalsal dengan menisbatkan nama-nama tertentu yang telah disepakati dengan disertai nama bangsanya Al-Muhammadiin, Ad-Damasyqy, Al-Mishriyyin atau yang lainnya. Ataupun menambahkan gelar pada nama-nama tertentu dalam hadist dengan menambahkan gelar Al-Hafidz, Al-Fuqaha’ seperti contoh hadits diatas atau yang lainnya.[4]
c.        Musalsal Bishifaati Ar-Riwaayat
Musalsal bishifati ar-riwayat adalah antara perawi hadits memiliki sifat periwayatan yang sama. Musalsal bishifati ar-riwayat terbagi menjadi tiga:
1.      Musalsal bishiyaghi al-adaa’
Adalah persamaan perawi dalam susunan kata periwayatan. Misalnya,  perawi menggunakan kata (سمعت) sami’tu atau (أخبرنا) akhbarnaa dalam setiap periwayatannya dalam sebuah sanad secara terus-menerus.
2.      Musalsal bizamaani ar-riwaayat
Adalah persamaan perawi hadits dalam waktu periwayatannya. Misalnya,
حديث ابن عباس قال: شهدت رسول الله صلي الله عليه وسلام في يوم عيدالفطر او أضحي,
 فلما فرغ من الصلاة اقبل علينا بوجهه, فقال: أيهاالناس قدأصبحتم خيرا فمن أحب أن ينصرف فلينصرف،
 ومن أحب أن يقيم حتي يسمع الخطبة فليقم
Hadits Ibnu Abbas ia berkata: “Aku menyaksikan Rasulullah pada hari raya idul fitri ataupun idul adha, ketika selesai shalat beliau menghadap ke arah kami dan berkata: “Wahai manusia sekalian, telah datang kepada kalian kebaikan…”
Hadits musalsal yang diriwayatkan ketika hari raya. Maka, para perawi hadits mengatakan (حدثني في يوم العيد). Para perawi mendapatkan dan menyampaikan hadits tersebut ketika hari raya.
3.      Musalsal bimakaani ar-riwaayat
Adalah persamaan hadits dalam tempat periwayatan. Contoh:
سمعت رسول الله صلي الله عليه وسلام يقول: الملتزم موضع يستجاب فيه الدعاء,
ومادعاالله فيه عبددعوة الا استجاب له
Hadits Ibnu Abbas: “Telah ku dengar dari rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ia berkata: “Multazam adalah tempat diijabahnya do’a,dan barang siapa yang berdo’a kepada Allah didalamnya maka akan Allah kabulkan.” Ibnu Abbas menambahkan “ demi Allah, setelah aku mendengar perkataan rasulullah aku tidak pernah do’a kepada Allah kecuali Allah mengabulkannya.” Hadits ini telah disambungkan secara terus menerus dengan lafadz makna tempat ini oleh para perawi.
Kelebihan hadits musalsal adalah bersambungnya sanad melalui pendengaran. Tidak akan ada yang mentadlis dan tidak terputus sanadnya dalam hadits ini. Serta menambah nilai kedhabitan bagi para perawi. Dalam hadits musalsal, tidak ada syarat tertentu. Sebagian hadits, musalsal (kesamaannya) dari awal hingga akhir. Akan tetapi, terkadang hadits musalsal terputus ditengah ataupun diakhir sanad. Dan biasanya dikatakan demikian “ Hadits ini musalsal (disandarkan kesamaannya) kepada si fulan.”
Hadits musalsal tidak ada kaitannya terhadap keshahihan sebuah hadits. Karena dalam hadits musalsal terdapat hadits-hadits shahih, hasan, dho’if dan bathil, tergantung keadaan perawinya. Sedangkan keshahihan hadits tergantung bersambungnya silsilah perawi yang adil dan dhabith pada jalur sanad.
(Sumber: Dr. Mahmud Ath-Thahaan, Taysiiru Mushthalah Al-Hadits: 224-232 dan Dr. Muhammad ‘Ijaj Al-Khathib, Ushul Al-Hadits Uluumuhu wa Mushthalahahu: 375-378)



[1] Hafidz Hasan ash-Su’udi, Mukhtarul Mugits fi ‘Ilmi Mushtalahil Hadits, (Semarang: Pustaka al ‘Alaq), hlm. 17
[2] http://ibnuumar-amz.blogspot.co.id/2009/04/hadis-musalsal.html

[3] Dr. Muhammad ‘Ijaj Al-Khathib, Ushul Al-Hadits Uluumuhu wa Mushthalahahu, hal: 376

[4] Dr. Mahmud Ath-Thahan, Taysiru Mushthalah Al-Hadits, (Maktabah Al-Ma’arif Linnasyri Wa At-Tauzi’:Riyadh) hal: 231

Tidak ada komentar:

Posting Komentar