SUJUD SAHWI MENURUT
EMPAT MADZHAB
Makalah
Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Fiqh Ibadah
Dosen Pengampu : Usth. Inarika
Oleh :
Farida
Ahmad Thufailah
Fitri
Eka Setiani
Nurul
Fatihatul Diyanah
Nurin
Hafizah Haidir
Uswatun
Hasanah
PROGRAM
AD-DIROSAH AL-ISLAMIYAH
AL-MA’HAD
AL-‘ALY HIDAYATURRAHMAN
PILANG
MASARAN SRAGEN
2017
I.
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sebagai seorang hamba Allah yang beriman
sudah selayaknya melaksanakan semua kewajiban yang diperintahkan oleh Allah,
salah satunya ialah sholat, sholat merupakan tiang agama. Sholat fardhu di
laksanakan lima kali dalam sehari dan
itu merupakan kewajiban seorang mukallaf jika tidak melaksanakan maka akan
mendapatkan dosa.
Dalam sholat
terdapat rukun-rukun, syarat sah maupun wajib. Dan seseorang yang melaksanakan sholat harus memenuhi rukun-rukun
sholat. Rasulullah pun sudah mencontohkannya bagaimana gerakan sholat itu. Lalu
bagaimana jika mengurangi atau menambahkan suatu rukun dalam sholat atau ragu
dalam bilangan rakaat?. Maka seseorang tersebut dianjurkan untuk sujud sahwi.
Sujud sahwi merupakan sujud yang dilakukan sebelum atau sesudah
salam ketika seseorang mengurangi atau menambahkan gerakan atau bacaan dalam
sholat. Lalu bagaimana sujud sahwi menurut empat madzhab padahal sudah
diketahui seseorang itu tidak pernah luput dari kesalahan dan lupa. Berangkat
dari hal inilah makalah ini ditulis mengenai sujud sahwi menurut empat madzhab
B. Rumusan masalah
Bagaimana hukum
sujud sahwi menurut empat madzhab?
C. Tujuan penulisan
Untuk
mengetahui hukum sujud sahwi menurut empat madzhab
D. Manfaat penulisan
1.
Sebagai wawasan keilmuan bagi penulis.
2.
Sebagai sumbangan perkembangan ilmu pengetahuan bagi kalangan
akademis ataupun masyarakat secara umum
II. PEMBAHASAN
A.
Definisi
Sujud secara bahasa berarti menyerahkan diri kepada Allah Ta’ala,
sedangkan sahwu berarti meninggalkan sesuatu tanpa diketahui. Dan makna
dari as-sahwu, asy-syak,dan an-nisyan memiliki makna sama
menurut para ahli fiqh.[1]
Sedangkan kalimat as-sahwu fi syaiun artinya meninggalkan sesuatu tanpa
sengaja atau tidak tahu, sedangkan as-sahwu ‘an syaiin artinya
meninggalkan sesuatu dengan sengaja. Kata an-naasi dan as-saahi
memilki arti yang sama yaitu lupa, akan tetapi an-naasi jika diingatkan masih bisa ingat
berbeda dengan as-saahi.[2]
Dalam kitab shohih fikih
sunnah dijelaskan bahwa sujud sahwi menurut istilah adalah sujud yang dilakukan
pada akhir sholat atau setelahnya untuk menutupi kekurangan karena
tertinggalnya sesuatu yang diperintahkan atau melakukan sebagian perkara yang
dilarang tanpa sengaja.
B.
Dasar hukum
قال الإمام أحمد : نحفظ عن النبي صلى الله عليه و سلم خمسة أشياء :
سلم من اثنين فسجد, سلم من ثلاث فسجد, وفي الزيادة و النقصان وقام من اثنين ولم
يتشهد
“Imam Ahmad berkata: Kami hafal lima perkara dari Rasulullah, yaitu
sujud ketika salam pada rakaat kedua, sujud ketika salam pada rakaat ketiga,
ketika menambah rakaat, ketika mengurangi rakaat, dan ketika bangkit dari
rakaat kedua tanpa duduk dan membaca tasyahud.”
عن أبي سعيد
الخدري قال : قال رسول الله إذا شكَ أحد كم في صلاته فلم يدري كم صلَى ثلاثا أو
أربعا فليطرح الشَكَ و ليبن على ما استقين, ثمَ يسجد سجدتين قبل أن يسلَم, فإن كان
صلَى خمسا شفعن له صلاته, وإن كان صلَى إتماما لأربع كانتا ترغيما للشيطان (رواه
أحمد و مسلم)
Dari Abu Sa’id al-Khudri berkata: bahwa Rasulullah bersabda “Apabila
seseorang ragu dalam sholatnya dan tidak tahu apakah tiga rakaat atau empat
rakaat, hendaklah ia meninggalkan keragu-raguan tersebut dan membangun atas
keyakinannya, kemudian ia sujud dengan dua kali sujud untuk sahwi sebelum
salam. Apabila ia sholat dengan lima rakaat, maka ia telah menggenapkan. Namun apabila
ia sholat dengan sempurna, maka ia telah menghinakan syaiton”[3]
C.
Hukum sujud sahwi
Sujud sahwi disyari’atkan dengan tujuan untuk menambal kekurangan
tanpa harus mengulangi sholat, karena meninggalkan perkara yang bukan asasi.
Dan sujud sahwi tidak di syari’atkan jika ada unsur kesengajaan. Sebagaimana
imam Ath-thabrani meriwayatkan dari Aisyah :
من سها قبل
التمام فليسجد سجدتي السهو قبل أن يسلم
“siapa saja yang lupa
sebelum selesai sholat, maka akhir sholat
sebelum salam di syariatkan untuk sujud 2 kali”
Menurut Malikiyah sujud sahwi hukumnya sunnah muakkadah bagi imam
dan orang yang sholat munfarid. Adapun bagi makmum yang masih ikut imam maka
tidak ada sujud sahwi baginya, karena kekurangan di tanggung oleh imam. Akan
tetapi jika lupa rakaat setelah imam salam, maka makmum sujud sahwi.[4]
Adapun makmum masbuq
yang mendapatkan satu rakaat bersama imam maka ia sujud qabli bersama imam
sebelum mengqadha yang ia tinggalkan jika imam sujud, jika tidak maka makmum
sujud sendiri sebelum menyelesaikan tanggungannya kemudian mengakhirkan sujud
ba’di bersama imam dan makmum melakukan sujud setelah imam salam jika
mendahuluinya maka sholatnya batal.[5] Dalam
madzhab Maliki sujud sahwi di bagi menjadi 2 yaitu:
1.
Sujud qobli terjadi sebelum salam.[6]
Sujud qabli 2 sujud
yang di lakukan dengan tasyahud tanpa disertai doa walaupun mengulangi
kelupaan, maka sujud dilakukan sebelum salam ketika mengurangi sunnah muakkadah
atau ketika mengurangi 2 sunnah yang ringan.
Sujud ba’di yaitu
2 kali sujud dengan tasyahud dan salam. Sujud di lakukan setelah salam jika
adanya penambahan. Dari Abdulloh bin Mas’ud
radhiyallahu’anhu sesungguhnya Rasulullah melakukan sholat dhuhur
sebanyak 5 rakaat maka di katakan kepada beliau apakah kau menambah rakaat
sholat? Rasulullah bertanya: apa yang terjadi? para sahabat menjawab: engkau
telah melakukan sholat sebanyak 5 rakaat maka engkau sujud 2 kali sujud setelah
salam. (HR.Bukhari dan Muslim)[8]
Menurut Hanafiyah
Sujud sahwi hukumnya wajib, dan orang yang meninggalkannya dalam sholatnya maka
berdosa akan tetapi sholatnya tidak batal karena sujud sahwi hanyalah sebagai jaminan bagi yang lupa. Maka sujud
sahwi diwajibkan untuk membaca tasyahud dan salam.[9]
Sujud sahwi wajib bagi
imam dan orang yang sholat munfarid, adapun makmum jika ia lupa di dalamnya
sholatnya maka ia tidak wajib untuk sujud sahwi akan tetapi jika imam melakukan
sujud sahwi maka makmum wajib mengikutinya. Dan bagi masbuq maka makmum juga
harus mengikuti imam, akan tetapi jika
imam tidak sujud maka gugurlah kewajibannya untuk sujud karena mengikuti imam
merupakan suatu kelaziman.[10]
Menurut Syafi’iyah
sujud sahwi seperti madzhab Maliki, yaitu sujud sahwi hukumnya sunnah bagi imam
dan orang yang sholat munfarid, akan tetapi menjadi wajib ketika seorang
makmum sholat di belakang imam walaupun makmum dalam keadaan masbuq dan jika
makmum tidak mengikutinya maka sholatnya batal.[11]
Menurut Hanabilah
sujud sahwi hukumnya wajib akan tetapi terkadang menjadi sunnah. Hal-hal yang
mewajibkan untuk sujud sahwi sebagai berikut[12]:
1.
Apabila orang yang sholat menambahkan gerakan sholat.
2.
Apabila seseorang salam dari sholatnya sedangkan ia belum menyempunakannya.
3.
Ketika seseorang meninggalkan kewajiban sholat, disebabkan lupa
seperti ia lupa tasyahud awal dan membaca doa ketika rukuk.
4.
Apabila ada keraguan ketika seseorang melakukan sholat, akan tetapi
jika ia ragu setelah menyelesaikan sholat maka tidak melakukan sujud sahwi.
Adapun sujud sahwi
menjadi sunnah ketika seseorang membaca sesuatu yang tidak disyari’atkan dalam
gerakannya, seperti membaca surat dalam gerakan rukuk atau sujud.
D.
Sebab-sebab sujud sahwi
Sebab-sebab sujud sahwi sangatlah banyak sehingga tak heran jika
didalamnya terdapat perbedaan pendapat. Adapun para ulama berselisih pendapat dalam sebab-sebab sujud sahwi sebagai berikut:
Menurut Malikiyah
penyebab sujud sahwi terbagi menjadi 3 yaitu:[13]
a.
Adanya pengurangan, maksud dari pengurangan adalah meninggalkan
sunnah muakkadah di dalam sholat baik sengaja ataupun lupa. Jika seseorang
meninggalkan atau mengurangi secara sengaja maka sholatnya batal. Namun jika ia
lupa melakukannya maka ia mengerjakannya sebelum lewat akan tetapi jika sudah
lewat maka satu rakaat dibatalkan kemudian di qadha.
b.
Adanya penambahan, maksud dari penambahan ialah adanya sedikit
penambahan gerak dalam sholat, baik penambahan itu termasuk dari bagian sholat
atau tidak. Jika ini dilakukan maka sujud sahwi dilakukan setelah sholat.
Adapun penambahan ucapan dalam sholat karena lupa dan ucapan itu termasuk dalam
ucapan sholat maka di maafkan dan jika ucapan tersebut bukan dari bagian sholat
maka ia harus melakukan sujud sahwi.
c.
Adanya pengurangan beserta penambahan, maksud dari pengurangan
beserta penambahan secara bersamaaan adalah mengurangi sunnah meski bukan
sunnah muakkadah serta melakukan penambahan , seperti seseorang tidak
mengeraskan suara saat membaca surat dan menambahkan rakaat karena lupa maka
sujudnya di lakukan sebelum salam karena menguatkan pengurangan daripada
penambahan.
Akan tetapi siapa saja yang ragu akan
bilangan rakaat sholat, maka dalam hal ini di ambil rakaat yang sedikit lalu
melakukan sujud sahwi setelah salam, sebagaimana sabda Rasulullah :
عن عبد الله بن
جعفر أنَ النبي صلى الله عليه و سلَم قال : من شكَ في صلاته فليسجد سجدتين بعد ما
يسلَم (رواه أحمد وأبو دادود و النَسائى)
Dari Abdulloh bin
Ja’far, sesunggguhnya Rasulullah shollahu’alaihiwasallam bersabda: “Barangsiapa
yang ragu terhadap bilangan raka’at sholatnya maka sujudlah dua kali setelah
salam.”[14]
Menurut Hanafiyah
dijelaskan beberapa penyebab melakukan sujud sahwi antara lain:[15]
a.
Sujud sahwi yang dilakukan karena kesengajaan ada 3 hal yaitu:
1.
Sengaja meninggalkan atau mengakhirkan duduk iftirosy
2.
Sengaja melakukan sujud dari raka’at pertama hingga akhir shalat
3.
Sengaja berfikir sehingga menghabiskan masa kira – kira satu rukun
b.
Sujud sahwi yang dilakukan
karena lupa sehingga meninggalkan salah satu perkara wajib dalam shalat,
terdapat pada 11 perkara: tidak membaca surat Al-fatihah pada 2 raka’at pertama
shalat fardu, tidak membaca surat pada 2 raka’at pertama shalat fardu, mengacak-ngacak
atau membolak-balik suara bacaan dalam shalat, Meninggalkan duduk iftirosy,
tidak membaca tasyahud pada duduk tawaruk, tidak tertib dalam gerakan yang
berulang dalam tiap satu raka’at, tidak tumaninah dalam rukuk dan sujud,
mendahulukan membaca surat dari pada surat Al-fatihah atau semisalnya, tidak
membaca qunut subuh, meninggalkan takbir do’a qunut, meninggalkan keseluruhan
atau sebagian takbir - takbir dalam shalat ied , meninggalkan takbir rukuk pada
raka’at ke-2 shalat ied karena itu hukumnya wajib berbeda dengan takbir pada
raka’at pertama.
c.
Menambahkan gerakan dalam shalat yang tidak termasuk gerakan shalat
, seperti melakukan rukuk 2 kali.
Menurut
Syafi’iyah penyebab sujud sahwi adalah meninggalkan salah satu bagian dari
sholat yang enam, yaitu: tasyahud awal, duduk tasyahud awal, qunut subuh dan
akhir witir pada pertengahan kedua dari bulan ramadhan, berdiri ketika qunut,
Shalawat atas Nabi shAllahu ‘alaihi wa sallam pada tasyahud awal, dan
shalawat atas keluarga nabi pada tasyahud akhir.[16] Sedangkan dalam kitab al-muhadzab dijelaskan bahwa sebab
sujud sahwi karena adanya kekurangan dan penambahan, penambahan dalam hal
perkataan atau perbuatan.
Sedangkan
menurut Hanabilah penyebab sujud sahwi dikarenakan penambahan seperti
menambahkan gerakan dalam sujud, pengurangan seperti meninggalkan rukuk atau
sujud, adapun ragu dalam urutan sholat seperti ragu dalam bilangan raka’at
sholat. Pendapat ini seperti Syafi’iyah terjadi disebabkan lupa, tetapi jika
sengaja maka sholatnya batal jika dalam gerakan dan sholatnya tidak batal jika
dalam bacaan.[17]
E.
Sifat sujud sahwi
Ulama Malikiyah berkata, sujud sahwi dilakukan sebelum salam jika
sebabnya pengurangan dan pengurangan beserta penambahan. Adapun dilakukan
setelah salam disebabkan karena adanya penambahan. Dalam sujud setelah salam
diwajibkan untuk berniat, membaca takbir ketika hendak sujud dan bangkit dari
sujud , dan sunnahnya membaca tasyahud tanpa membaca do’a ataupun shalawat
kemudian salam, tetapi salam termasuk wajib bukan syarat sedangkan takbir dan
tasyahud hukumnya sunnah .[18]
Menurut Ulama
Hanafiyah berpendapat,” sujud sahwi itu sunnahnya dilakukan setelah salam, baik lupa
disebabkan penambahan atau pengurangan dalam sholat. Akan tetapi sujud sahwi
boleh juga di lakukan setelah salam tanpa harus mengulangi sholat. Adapun sifat sujud sahwi dilakukan dua kali setelah salam pertama ke arah
kanan, kemudian setelah itu wajib membaca tasyahud, solawat atas nabi, dan
membaca doa dalam duduk setelah sujud sahwi, menurut pendapat yang shohih
karena doa itu tempatnya paling akhir.[19]
Menurut Ulama Syafi’iyah sujud sahwi dilakukan sebelum salam.[20] Adapun sifat sujud sahwi seperti sujud yang
dilakukan dalam sholat dan membutuhkan niat dalam hati jika dilafadzkan maka
sholatnya batal. Dan dalam sujud sahwi boleh membaca doa سبحان الله من لا ينام و لا سهو
dan sebagian yang lain mengatakan bahwa berdoa seperti sujud dalam sholat.[21]
Menurut Hanabilah
sujud sahwi dilaksanakan sebelum salam dan juga setelah salam, baik hukumnya
sunnah atau wajib. Akan tetapi dianjurkan sujud sahwi setelah seseorang telah
salam dari sholatnya sebelum sholatnya sempurna. dan cukup bersujud dua kali
walaupun telah melakukan banyak kesalahan karena lupa, walaupun berbeda waktu
sujudnya dan kebanyakan tempatnya sebelum salam.[22] Adapun
cara sujud sahwi dengan cara bertakbir dahulu, lalu sujud dua kali dan membaca tasbih, takbir dan istighfar seperti halnya
dalam sholat. Kemudian duduk iftirasy jika sholatnya dua rokaat, dan tawaruk
jika sholatnya tiga atau empat rokaat.[23]
Jumhur ulama sepakat bahwa sujud sahwi juga dilakukan dalam sholat
sunnah sebagaimana sholat fardhu, karena keumuman penyebutan sholat dalam
hadits-hadits yang berkaitan tanpa adanya pembeda antara sholat fardhu dan
sholat sunnah.
III. PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Sujud sahwi merupakan sujud yang dilakukan sebelum atau sesudah
salam ketika seseorang mengurangi atau menambahkan gerakan atau bacaan dalam
sholat.
2.
Pada dasarnya hukum sujud sahwi adalah sunnah menurut para ulama
kecuali Hanafiyah.
3.
Pelaksanaan sujud sahwi ulama berbeda pendapat, adapun Malikiyah
dilakukan setelah salam jika ada penambahan dan sebelum salam jika ada
pengurangan, Syafi’iyah sebelum salam, Hanafiyah setelah salam, dan Hanabilah
memilih antara dua perkara tersebut.
4.
sebab dari sujud sahwi ialah adanya pengurangan, penambahan, dan
keraguan dalam sholat. Adapun sifat sujud sahwi seperti sujud dalam sholat.
B.
Saran
Sebagai hamba Allah yang beriman sehendaknya menjaga segala yang
diperintahkan oleh Allah terkhusus dalam mendirikan sholat. Dan sebaiknya
menjaga kekhusyukan dalam sholat dan lebih memperhatikan dalam hal sholat baik
gerakan ataupun bacaan, karena sholatlah amalan pertama yang akan dihisab pada
hari akhir kelak. Wallahua’lam bish showab
DAFTAR PUSTAKA
‘Ubaid, Manshur
ar-rifa’i. 2001. Al-‘Ibadat fi Fiqh Islami. Cet 1. Qohiroh: Dar
Ats-Tsaqofiyah Linnasyar.
Abu Malik Kamal
bin As-Sayyid Salim. 2006. Shahih Fikih Sunnah. Cet 1. Jakarta: Pustaka
Azzam
Al-Astqary,
Muhammad Sulaiman Abdulloh. 1998. Al-Mujalla fi Fiqh Islamy. Cet 1
Damaskus: Darul Qalam
Asy-syirazi, Abi Ishaq. 1992. Al-Muhadzab. Cet 1. Damaskus:
Darul Qalam
Hubaib bin Thohir. 1998. Fiqh Maliki wa Adillatuhu. Cet 1.
Beirut: Dar Ibnu Hazm.
Syaukani, Imam. 2005. Nailul Author. Al-Qohiroh: Darul
El-Hadits
Zuhaili, Wahbah. 2005. Al-Wajiz fi Fiqh Islamy. Cet 1.
Damaskus:Darul Fikr.
Zuhaili, Wahbah. 2010. Mausu’ah Fiqh Islami wal Qodhoya
Al-Mu’ashiroh. Damaskus: Darul Al- Fikr
[1] Manshur ar-rifa’i ‘ubaid, al-‘ibadat fi fiqhislam,(qohiroh:dar
ats-tsaqofiyah linnasyar),Hal 122.cet 1 2001
[2] Dr.Wahbah Zuhaili, Mausu’ah fiqh islami wal qodhoya al-mu’ashiroh,
(Damaskus: Darul Fikr) jild 2, hal 89
[3] Imam Syaukani, Nailul Author, ( darul hadits al-qohiroh), jild 3, hal
122
[4] Prof.Dr.Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, (Damaskus: Darul
Fikr), jild 2, hal 89
[5] Ibid, hal 90
[6] Hubaib bin Thohir, Fiqh Maliki
wa Adillatuhu, (Beirut: Dar Ibnu Hazm), jild 1, hal 356
[7] Ibid, hal 355
[8] Imam Syaukani, Nailul Author, ( darul hadits al-qohiroh), jild 3, hal
128
[11] Ibid, hal 92
[12] Muhammad Sulaiman Abdulloh Al-Asyqary, Al-Mujalla fi Fiqh Islamy (Damaskus:
Darul Qalam), jild 1, hal 133
[14] Imam Asy-Syaukani, Nailul Author, (darul haditsal-qohiroh),jild 3, hal
124
[16] DR.Wahbah Zuhaili, al-wajiz fi fiqh islamy, (Damaskus:Darul Fikr) jild
1, hal 210
[18] Prof.Dr.Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, (Damaskus: Darul
Fikr), jild 2, hal 106
[19] Ibid
[20] DR.Wahbah Zuhaili, al-wajiz fi fiqh islamy, (Damaskus:Darul Fikr) jild
1, hal 210
[21] Prof.Dr.Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, (Damaskus: Darul
Fikr), jild 2, hal 107
[22] Muhammad Sulaiman Abdulloh
Al-Asyqary, Al-Mujalla fi Fiqh Islamy (Damaskus: Darul Qalam), jild 1, hal 133
[23] Ibid, hal 134
Jazakumullah Khairan katsiran
BalasHapusJefvicka Hadir
BalasHapusHadir
BalasHapusNadia Sekarwangi
BalasHapusHadir
Hadir
BalasHapusEldo hadir
BalasHapusArya
BalasHapusHadir