Pentingnya akhlak
karimah pada setiap diri dari sekelompok kaum menunjukkan sebuah kemajuan
peradaban kaum tersebut. Karena jika sebuah akhlak tidak
terpatri pada setiap diri seseorang maka otomatis hilanglah harga dirinya bahkan hilanglah kemajuan kaumnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:
عَنْ نُوحِ بْنِ
عَبَّادٍ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ مَرْفُوعًا: "إِنَّ الْعَبْدَ
لَيَبْلُغُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَاتِ الْآخِرَةِ وَشَرَفَ الْمَنَازِلِ،
وَإِنَّهُ لَضَعِيفُ الْعِبَادَةِ. وَإِنَّهُ لَيَبْلُغُ بِسُوءِ خُلُقِهِ دَرَك
جَهَنَّمَ وَهُوَ عَابِدٌ"
Diriwayatkan
dari Nuh ibnu Abbad, dari Sabit, dari Anas secara marfu': “Sesungguhnya
seorang hamba benar-benar dapat mencapai tingkatan yang tinggi di akhirat dan
kedudukan yang mulia berkat akhlaknya yang baik, padahal sesungguhnya ia lemah
dalam hal ibadah. Dan sesungguhnya dia benar-benar dijerumuskan ke dalam dasar
Jahanam karena keburukan akhlaknya, walaupun dia adalah seorang ahli ibadah”.
Dengan akhlak kita dapat mengenal orang lain dengan baik. Bahkan
dengan akhlak dapat menentukan apakah kita akan mendapat banyak teman atau
lawan, dan dengan akhlak
pula akan menaikkan derajat seseorang diakhirat kelak. Disebutkan pula:
وَعَنْ
عَائِشَةَ مَرْفُوعًا: "إِنَّ الْعَبْدَ لَيَبْلُغُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ
دَرَجَةَ قَائِمِ اللَّيْلِ وَصَائِمِ النَّهَارِ"
Diriwayatkan dari Siti Aisyah secara marfu':
“Sesungguhnya seorang hamba benar-benar dapat mencapai derajat orang yang
selalu salat di malam hari dan puasa di siang harinya berkat kebaikan
akhlaknya”.
Oleh karenannya penulis akan mencoba menulis tafsir dari sebuah
ayat yang membahas tentang salah satu akhlak karimah, yang inshaAllah akan
penulis paparkan tafsir ayat ini dengan tafsir maudhu’i, tahlili, dan
ijmali. Semoga bermanfaat ^_^.
Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ
صَوْتِ النَّبِيِّ وَلا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ
أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ (2)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu
lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras
sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap
sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu
tidak menyadari”.
1.
Tafsirul
qur’anul adhim dengan terjemah tafsir ibnu katsir, Ibnu Katsir.
Dalam Firman Allah Swt.:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا
أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيّ
…
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi. (Al-Hujurat: 2)
Ini
merupakan etika lainnya yang melaluinya Allah mendidik hamba-hamba-Nya yang
beriman agar mereka jangan meninggikan suaranya di hadapan Nabi Saw. lebih
tinggi daripada suaranya. Menurut suatu riwayat, ayat ini diturunkan berkenaan
dengan dua orang syekh, yakni Abu Bakar dan Umar.
Imam
Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Busrah ibnu Safwan
Al-Lakhami, telah menceritakan kepada kami Nafi' ibnu Umar, dari Ibnu Abu
Mulaikah yang mengatakan bahwa hampir saja kedua orang yang terbaik binasa
(yaitu Abu Bakar dan Umar) karena keduanya meninggikan suaranya di hadapan Nabi
Saw. di saat datang kepada beliau kafilah Bani Tamim. Lalu salah seorang dari
keduanya berisyarat kepada Al-Aqra' ibnu Habis r.a. saudara lelaki Bani
Mujasyi', sedangkan yang lain berisyarat kepada lelaki lainnya. Nafi'
mengatakan bahwa dia tidak ingat lagi nama lelaki itu. Maka Abu Bakar berkata,
"Engkau ini tidak lain kecuali bersikap berbeda denganku." Umar
menjawab, "Aku tidak berniat berbeda denganmu." Maka suara keduanya
kuat sekali memperdebatkan hal tersebut, lalu sehubungan dengan peristiwa itu
Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata
kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu
terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu,
sedangkan kamu tidak menyadari. (Al-Hujurat: 2)
Ibnuz
Zubair r.a. mengatakan bahwa sesudah turunnya ayat ini Umar r.a. tidak berani
lagi angkat bicara di hadapan Rasulullah Saw. melainkan mendengarnya lebih
dahulu sampai mengerti. Akan tetapi, Ibnuz Zubair tidak menyebutkan dari
ayahnya tentang Abu Bakar r.a. Hadis ini diriwayatkan secara tunggal oleh Imam
Muslim.
Kemudian
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Muhammad,
telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan
kepadaku Ibnu Abu Mulaikah, bahwa Abdullah ibnuz Zubair r.a. pernah
menceritakan kepadanya bahwa pernah datang iringan kafilah dari Bani Tamim
kepada Nabi Saw. Maka Abu Bakar r a berkata, "Angkatlah Al-Qa'qa' ibnu
Ma'bad sebagai pemimpin mereka " Dan Umar r.a. berkata, "Angkatlah
Al-Aqra' ibnu Habis sebagai pemimpin mereka." Maka Abu Bakar r.a. berkata,
"Tiada lain tujuanmu hanya menentangku." Umar berkata, "Aku
tidak bermaksud menentangmu." Akhirnya keduanya perang mulut hingga suara
mereka gaduh di hadapan Nabi Saw. Maka turunlah firman Allah Swt.: Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu. mendahului Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hujurat:
1) sampai dengan firman Allah Swt.: Dan kalau sekiranya mereka bersabar
sampai kamu keluar menemui mereka. (Al-Hujurat: 5), hingga akhir ayat.
Hal yang
sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari dalam kitab tafsirnya secara munfarid
dengan sanad yang sama.
Al-Hafiz
Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada
kami Al-Fadl ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Mansur, telah
menceritakan kepada kami Husain ibnu Umar, dari Mukhariq, dari Tariq ibnu
Syihab, dari Abu Bakar As-Siddiq r.a. yang mengatakan bahwa ketika ayat ini
diturunkan, yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi. (Al-Hujurat: 2) Aku (Abu Bakar)
berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah, aku tidak akan berbicara lagi
kepadamu melainkan dengan suara yang rendah (pelan).
Husain
ibnu Umar sekalipun predikatnya daif, tetapi hadis ini telah kami
kemukakan pula melalui riwayat Abdur Rahman ibnu Auf dan Abu Hurairah r.a.
dengan lafaz yang semisal; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Abdur Rahman
ibnu Auf dan Abu Hurairah pun telah mengatakan hal yang semisal; hanya
Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Imam
Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah
menceritakan kepada kami Azar ibnu Sa'd, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Aun, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Anas, dari Anas ibnu Malik r.a.,
bahwa Nabi Saw. kehilangan Sabit ibnu Qais r.a. Maka seorang lelaki berkata,
"Wahai Rasulullah, saya mengetahui di mana ia berada." Lalu lelaki
itu mendatanginya, dan menjumpainya di rumahnya sedang menundukkan kepalanya.
Maka lelaki itu bertanya kepadanya, "Mengapa kamu?" Ia menjawab,
bahwa dirinya celaka karena telah meninggikan suaranya di hadapan Nabi Saw.
lebih dari suara Nabi Saw. Dan ia beranggapan bahwa amal baiknya telah
dihapuskan, maka dia termasuk ahli neraka. Lelaki itu kembali kepada Nabi Saw.
dan menceritakan kepada beliau apa yang dikatakan oleh orang yang dicarinya
itu, bahwa dia telah mengatakan anu dan anu. Musa ibnu Anas melanjutkan
kisahnya. bahwa lalu felaki itu kembali menemuinya seraya membawa benta gemb.ra
dan Nabi Saw. yang telah bersabda:
"اذْهَبْ إِلَيْهِ فَقُلْ لَهُ: إِنَّكَ
لَسْتَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، وَلَكِنَّكَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ"
Kembalilah kamu kepadanya dan katakanlah
kepadanya, "Sesungguhnya engkau bukan ahli neraka, tetapi engkau adalah
termasuk ahli surga.” (Imam Bukhari meriwayatkannya melalui jalur ini
secara tunggal).
Para
ulama mengatakan bahwa makruh meninggikan suara di hadapan kuburan Nabi Saw.
sebagaimana hal tersebut dimakruhkan saat beliau Saw. masih hidup. Karena
sesungguhnya beliau Saw. Tetap dimuliakan, baik semasa hidupnya maupun sesudah
wafatnya untuk selamanya.
###########
Kemudian
Allah Swt. melarang orang-orang mukmin berbicara kepadanya dengan suara yang
keras sebagaimana seseorang berbicara dengan temannya, bahkan dia harus
bersikap tenang, menghormati, dan memuliakannya saat berbicara kepada beliau
Saw. dan tentunya dengan suara yang tidak keras. Karena itulah Allah Swt.
menyebutkan dalam firman-Nya:
{وَلا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ
بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ}
“Dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan
suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang
lain”. (Al-Hujurat: 2)
Semakna
dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
{لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ
بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا}
“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di
antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang
lain)”. (An-Nur: 63)
Adapun
firman Allah Swt.:
{أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا
تَشْعُرُونَ}
“Supaya
tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari”. (Al-Hujurat:
2)
Yakni
sesungguhnya Kami melarang kalian meninggikan suara di hadapan Nabi Saw. lebih
dari suaranya tiada lain karena dikhawatirkan beliau akan marah, yang karenanya
Allah pun marah disebabkan kemarahannya. Dan karenanya maka dihapuslah amal
baik orang yang membuatnya marah, sedangkan dia tidak menyadarinya. Sebagaimana
yang disebutkan di dalam hadis sahih yang menyebutkan:
"إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ
بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لَا يُلقي لَهَا بَالا يُكْتَبُ لَهُ بِهَا
الْجَنَّةُ. وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَط اللَّهِ
لَا يُلقي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ السموات
وَالْأَرْضِ"
“Sesungguhnya seseorang benar-benar mengucapkan
suatu kalimat yang diridai Allah Swt., sedangkan dia tidak menyadarinya, hingga
ditetapkan baginya surga karenanya. Dan sesungguhnya seseorang benar-benar
mengucapkan suatu kalimat yang dimurkai Allah Swt. tanpa ia sadari, hingga
menjerumuskan dirinya ke dalam neraka karenanya, lebih jauh dari jarak antara
langit dan bumi”.
Kemudian
Allah Swt. menganjurkan kepada orang-orang mukmin agar merendahkan suaranya di
hadapan Nabi Saw. Allah memberi mereka semangat dan bimbingan serta anjuran
kepada mereka untuk melakukannya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{إِنَّ الَّذِينَ يَغُضُّونَ أَصْوَاتَهُمْ
عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ أُولَئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ
لِلتَّقْوَى}
Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan
suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati
mereka oleh Allah untuk bertakwa. (Al-Hujurat: 3)
Yakni diasah untuk bertakwa dan menjadikannya
sebagai ahli dan tempat untuk takwa, sehingga takwa benar-benar meresap ke
dalam hati sanubarinya.
{لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ}
Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar. (Al-Hujurat:
3)
2.
Tafsir Al
Qurtubi, Imam Al Qurtubi.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ
صَوْتِ النَّبِيِّ...
Imam Bukhari
dan at-tirmidzi meriwayatkan dari ibnu abi mulikah berkata menceritakan
kepada kami abdullah bin zubair bahwasannya aqra’ bin habis menemui rasulullah
sallahu ‘alaihi wasallam, ketika itu sahabat abu bakar dan umar sedang
menyelisihkan suatu permasalahan dihadapan Rasulullah sallahu ‘alaihi wa
sallam hingga suara abu bakar dan umar meninggi, dan seketika turunlah ayat
ini. Maka setelah itu apabila umar
berbicara didepan rasulullah lebih berhati-hati.
Disebutkan bahwa seorang yang meninggikan
suaranya melebihi suara nabi maka amalannya akan sia-sia dan tempatnya adalah di neraka.adalah tsabit bin qais
berkata kepada nabi bahwa ia adalah
orang yang keras suaranya, adan ia takut amalannya akan sia-sia karena perihal
suara. Oleh karena itu rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam bersabda engkau
bukan golongan dari mereka akan tetapi engkau hidup dalan kebaikan dan mati di
dalam kebaikan pula. Kemudian turunlah ayat :
....إِنَّ اللَّهَ لَا
يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (18)
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.
...وَلا تَجْهَرُوا لَهُ
بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ...
Yaitu janganlah mengatakan “hei muhammad, hei muhammad”, tapi pangilah
nama nabi dengan sebutan “wahai nabi Allah”, “wahai rasulullah”, sebagai penghormatan kepada beliau.
Dikatakan sebagaimana munafiqun mereka meninggikan suara-suara mereka dihadapan
nabi, untuk merendahkan muslimin atas itu, maka bagi kaum muslimin hal tersebut
dilarang.
...كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْض...
Yakni janganlah meninggikan suara-suara kalian
sebagaimana kalian memanggil sesama kalian. Ini menunjukkan tidak adanya
larangan mutlak tentang meninggikan suara, namun yang dilarang adalah
meninggikan suara yang bersifat khusus dan tertentu. Karena meninggikan suara
akan menurunkan derajar muru’ah seseorang dan menjatuhkan harga diri.
...أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ (2)
Akibat dari akhlak buruk ini ialah akan
menghilangkan dan membatalkan amalan-amalan kita sedangkan kita tidak sadar dan
tidak tahu tentang hal tersebut.
3.
Fathul qadir,
Imam Muhammad Bin Ali Bin Muhammad As Syaukani.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ
صَوْتِ النَّبِيِّ وَلا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ
أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ (2)
Maksud ayat diatas adalah meninggikan suara
karena menunjukkan tidak adanya akhlaq karimah dan menghilangkan rasa hormat.
Karena menjaga suara dan tidak meninggikannya menunjukkan penghormatan dan
rendah hati. Dan bisa diartikan, hal ini menunjukkan adanya larangan untuk
banyak berbicara dan banyak bercanda. Sedangkan maksud dari meninggikan suara ialah tidak
memanggil nabi dengan panggilan sesama mereka.
Referensi:
Tafsirul qur’anul adhim dengan
terjemah tafsir ibnu katsir, Ibnu Katsir, 2013.
Tafsir al qurtubi, Imam Al
Qurtubi, Dar Al Kutub Al Ilmiyah, Beirut, 2010.
Fathul qadir, Imam Muhammad Bin Ali Bin Muhammad As
Syaukani, Dar Al Kutub Al Ilmiyah, Beirut, 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar