Bila kita amati,
didalam roda kehidupan ini pergantian zaman sangatlah segnifikan.
Di saat Allah ta’ala menurunkan
agama berupa tauhid, manusia saat itu berada pada titik keimanan. Kemudian
silih bergantinya zaman manusia mulai meninggalkan petunjuk dan berpaling
menuju agama syaiton. Ketika islam belum diturunkan, manusia sedang berada pada
fase keterpurukan dan penuh kemaksiatan. Begitu dan seterusnya keadaan tersebut
berputar silih bergantinya waktu.
Hingga pada satu titik tertentu Allah ta’ala menurunkan
islam lewat perantara malaikat jibril ‘alaihissalam kepada nabi Muhammad
sallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sinilah mulai disebarkannya kembali syari’at kepada manusia sebagai
petunjuk kehidupan mereka setelah beratus-ratus abad kosongnya kenabian masa
nabi Isa ‘alahissalam. Namun ketika kehidupan mulai menampakkan gemilangnya,
kemudian beranjak menompah titik kemodernan, banyak dari mereka yang mencoba melanggar
hukum-hukum islam baik hukum yang ringan bahkan hukum-hukum yang berat. Seperti halnya keadaan kita saat ini yakni akhir zaman, dapat kita saksikan
manusia zaman sekarang
pelan-pelan mulai berpaling dari syari’at islam yang lurus. Salah satu pelanggaran
hukum yang dilakukan manusia zaman ini ialah bersekutu dalam doa atau syirku
ad da’wah.
Pada asalnya pelanggaran ini bukan hanya terjadi
pada zaman ini saja, akan tetapi pelanggaran ini sudah terjadi setelah
disyari’atkan syirik itu sendiri. Oleh karenanya Allah ta’ala menetapkan
adanya larangan bersekutu kepada selain Allah, ini merupakan hal yang pertama
kali diajarkan oleh Allah ta’ala untuk senantiasa bertauhid ketika awal
manusia diciptakan. Diketahui bahwa ini meruakan perkara yang bertumpu pada aqa’id
atau ideologi, sehingga tidak diragukan lagi bahwasannya siapa saja yang
melakukan amalan syirik ini bisa saja dihukumi kafir dengan ketentuan yang
telah Allah ta’ala tetapkan.
Perlu dilazimi bahwa hal ini amatlah penting
untuk difahami oleh manusia pada umumnya agar tidak terjerumus pada hal-hal
syirik yang kadang tanpa disadari telah menyusup pada amalan keseharian kita. Dalam
makalah ini penulis akan mencoba mengulas sedikit pembahasan tentang syirik
terkhusus pada permasalahan tentang syirik dalam do’a, dan mengambil judul dengan
nama “Bersekutu Dalam Do’a”.
Masuk dalam pembahasan, tentang pengertian
syirik. Dalam buku Kitabut Tauhid karya DR. Shalih Bin Fauzan Al-Fauzan disebutkan
bahwa as syirku adalah menyamakan selain Allah dengan Allah ta’ala
dari apa yang ada padaNya, berupa kekhususan yang dimilikinya, seperti berdo’a
kepada Allah ta’ala dengan selainnya. Atau berpaling kepada sesuatu
selain Allah ta’ala dalam melakukan jenis-jenis ibadah seperti menyembelih
hewan, besumpah, do’a dan lain sebagainya kepada selain Allah ta’ala.
Barang siapa yang beribadah selain Allah
ta’ala maka ia telah menempatkan ibadah kepada yang tidak berhak. Dan hal
tersebut merupakan a’dhomu ad dulmun atau kedholiman yang paling tinggi.
Sebagaimana Allah ta’ala telah berkalam dalam Al qur’an surat al lukman
ayat 13:
ان لبشرك لظلم عظيم (13)
Dan Allah ta’ala sekali-kali tidak akan
mengampuni orang-orang yang musyrik terhadapNya, apabila ia mati dalam
kesyirikannya. Allah subhanahu wa ta’ala berkalam :
ان الله لا يغفران يشرك به و يغفر ما
دون ذالك لمن يشاء(النساء: 48)
Dan jannah telah diharamkan bagi mereka
orang-orang yang musyrik. Maka syirik akan membatalkan segala bentuk amalan.
Orang yang melakukan kesyirikan halal darahnya dan hartanya, dan syirik adalah akbarul
kabair atau termasuk dalam dosa besar. Syirik merupakan pengurangan dan
pencacatan yang menghilangkan kerububiyahan diri Allah subhanahu wa ta’ala.
As syirku dibagi menjadi dua jenis, yang
pertama ialah syirik besar. Syirik besar dapat mengeluarkan seseorang dari
agamanya. Dan ia akan dikekalkan bersama pelaku-pelaku syirik yang lain
dineraka jahannam, apabila ia mati dan belum bertaubat. Hal ini merupakan
amalan ibadah yang mengantarkan kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala.
Seperti berdo’a dan ber taqorrub atau mendekatkan diri kepada selain
Allah subhanahu wa ta’ala, dengan menyembelih hewan kurban dan nadhar
atau sumpah kepada selainnya kepada kuburan, jin, dan syaiton-syaiton. Takut
terhadap kematian, jin, atau syaiton merupakan bentuk syirik besar.
Sedangkan bentuk kedua ialah syirik kecil.
Syirik kecil tidak mengeluarkan seseorang dari agama akan
tetapi akan mengurangi kadar tauhid pada diri seseorang. Dan ini merupakan
wasilah atau jalan menuju syirik besar. Salah satu bentuk syirik besar ialah syirku
ad da’wah atau syirik dalam do’a. Yaitu seseorang berdo’a atau memohon
kepada selain Allah ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala berkalam:
فاذا ركبوا في الفلك دعوا الله مخلصين له الدين
فلما نجهم الى البراذا هم يشركون (العنكبوت: 65)
Dalam buku al minhah al ilahiyah fi tahdzibi syarhi at thahawi karya
Imam At Thahawi disebutkan sebuah nadhom penting didalamnya yaitu:
"و الله تعالى يستحب الدعوات,و يقضي
الحاجات"
Artinya: “Sesungguhnya Allah ta’ala maha pengabul do’a,
dan memenuhi kebutuhan”.
Maka
barang siapa memalingkan doa ibadah (shalat, sujud, menyembelih, puasa, thawaf)
kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala atau memalingkan doa masalah
(memohon rejeki, meminta hujan, meminta keturunan, memohon keselamatan) kepada
selain Allah subhanahu wa ta’ala maka dia jatuh dalam syirik akbar yang
mengeluarkan dari Islam. Syirik
akbar yang tersamar, ini banyak
tidak disadari manusia bahkan dianggap tidak syirik. Pertama,
Beribadah
di makam makam para wali, orang sholeh, orang orang yang dianggap dekat dengan
Allah.
Penyebab tidak jelasnya syirik ini adalah manusia tidak menganggap
do’a, meminta pertolongan, dan meminta bantuan kepada orang- orang yang telah
dikubur sebagai ibadah. Mereka mengira bahwa ibadah hanya terbatas pada ruku’,
sujud, shalat, puasa dan semacamnya. Padahal, ruh ibadah adalah do’a,
sebagaimana tersebut dalam hadits:
“Do’a
adalah ibadah”. (HR. At-Tirmdzi, Ia berkata: ini hadits hasan shahih)
Mereka
berkata, “Kami tidak meyakini bahwa mayit tempat kami
memohon dan meminta bantuan sebagai sembahan atau tuhan, justru kami meyakini
bahwa mereka adalah makhluk seperti kita, akan tetapi mereka adalah perantara
antara kami dengan Allah subhanahu wa ta’ala dan
pemberi syafa’at di sisi-Nya. Alasan ini muncul karena ketidaktahuan mereka
tentang Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka
mengira Allah subhanahu wa ta’ala seperti
raja tiran dan penguasa kejam, tidak mungkin dicapai kecuali lewat perantara
dan pemberi syafa’at. Ini persis seperti asumsi yang menjerumuskan
orang-orang yang menyekutukan Allah subhanahu wa ta’ala pada zaman dahulu, saat mengatakan:
“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan sedekat-dekatnya” (Az-Zumar ayat 3).
“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan sedekat-dekatnya” (Az-Zumar ayat 3).
Mereka
menyembah selain Allah subhanahu wa ta’ala apa yang
tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula)
kemanfa’atan, dan mereka berkata:
“Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami
di sisi Allah subhanahu wa ta’ala”(Yunus
ayat 18).
Syirik
besar adalah memalingkan suatu bentuk ibadah kepada selain Allah, seperti
berdo’a kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala atau
mendekatkan diri kepadanya dengan penyembelihan kurban atau nadzar untuk selain
Allah, baik untuk kuburan, jin atau syaithan, dan lainnya. Atau seseorang takut
kepada orang mati (mayit) yang (dia menurut perkiraannya) akan membahayakan
dirinya, atau mengharapkan sesuatu kepada selain Allah, yang tidak kuasa
memberikan manfaat maupun mudharat, atau seseorang yang meminta sesuatu kepada
selain Allah, di mana tidak ada manusia pun yang mampu memberikannya selain
Allah, seperti memenuhi hajat, menghilangkan kesulitan dan selain itu dari
berbagai macam bentuk ibadah yang tidak boleh dilakukan melainkan ditujukan
kepada Allah saja. Allah ta’ala berfirman:
دَعْوَاهُمْ
فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَامٌ ۚ وَآخِرُ
دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Do’a mereka di dalamnya adalah,
‘Subhanakallahumma,’ dan salam penghormatan mereka adalah: ‘Salaamun.’ Dan
penutup do’a mereka adalah: ‘Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamin.” [Yunus: 10]
Syirik besar dapat mengeluarkan pelakunya dari
agama Islam dan menjadikannya kekal di dalam Neraka, jika ia meninggal dunia
dalam keadaan syirik dan belum bertaubat daripadanya. Syirik do’a, yaitu di
samping ia berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia juga berdo’a kepada
selain-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَإِذَا
رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا
نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Maka apabila mereka naik kapal mereka berdo’a
kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah
menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali)
mempersekutukan (Allah).” [Al-‘Ankabuut: 65]
Syeikh sulaiman nashir ulwan dalam bukunya at-tibyan syarhu nawaqidhil
islam menyebutkan bahwa didalam Al-Qawa’idul Arba’ mengatakan, “kaidah yang
keempat, bahwasanya orang-ornag musyrik dizaman kita ini,kesyirikan mereka
terus menerus,yaitu dilakukan ketika kondisi lapang dan sulit”. Beliau juga
berkata didalam pendahuluan buku Al-Qawa’idul Arba’, “Apabila kesyirikan telah
masuk kedalam peribadahan, maka ibadah itu rusak seperti najis yang mengotorui
dalam bersuci. Apabila kamu mengetahui sebuah ibadah itu tercampuri dengan
kesyirikan, amal itu akan terhapus, dan pelakunya menjadi penghuni neraka yang
kekal, itu makanya kamu telah mengetahui bahwa hal terpenting yang dibebankan
atasmu adalah mengetahuinya. Semoga Allah ta’ala membersihkanmu dari
kotoran itu, yaitu menyekutukan Allah ta’ala dengan sesuatu.
Kibarul Ulama di Al-Lajnah Ad-Daimah lil
Buhutsil ‘Ilmiyah wal Ifta’ menyebutkan Sekelompok orang ber istighotsah
(meminta pertolongan ketika musibah) kepada selain Allah ta’ala, mereka
telah berbuat syirik besar. Jika seorang berdoa: “Jawablah wahai para pengawal
asmaul husna untuk mengabulkan hajatku?”. Ini merupakan syirik besar, karena
itu adalah doa kepada selain Allah. Meminta tolong kepada orang mati adalah syirik
besar, karena itu adalah doa (permohonan) kepada selain Allah ta’ala.
Berdoa kepada selain Allah ta’ala
seperti kepada para wali dan orang-orang shalih merupakan syirik besar,
karena dapat
mengeluarkan pelakunya dari Islam. Berdoa
(memohon, red) kepada para Nabi dan wali yang sudah mati, masuk dalam syirik
besar. Seorang
yang ber-istigotsah dengan para wali ketika musibah (istighotsah adalah
meminta pertolongan di kala susah, red ), juga merupakan syirik besar.
Bertawasul dalam doa dengan kehormatan
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, atau kehormatan sahabat dan
selainnya. (Tawassul adalah mengambil sarana/wasilah agar do’a
atau ibadahnya dapat lebih diterima dan dikabulkan. Al-wasilah menurut
bahasa berarti segala hal yang dapat menyampaikan dan mendekatkan kepada
sesuatu.,red), ini tidak boleh (karena tidak berdasarkan dalil yang
shahih, penj.). Istighotsah dengan orang mati atau orang hidup yang tidak
hadir, baik jin, malaikat maupun manusia. (istighotsah adalah
meminta pertolongan di kala susah, red ), juga masuk dalam
kriteria syirik
besar.
Bertawasul dalam doa dengan nama-nama Allah ta’ala yang maha
baik. (Tawassul adalah mengambil sarana/wasilah agar do’a
atau ibadahnya dapat lebih diterima dan dikabulkan. Al-wasilah menurut bahasa
berarti segala hal yang dapat menyampaikan dan mendekatkan kepada sesuatu.,red), hal itu
disyariatkan. Boleh
seorang berkata: Ya Mu’in (Wahai Yang Maha Penolong) Ya Robb (Wahai Robb). Istighotsah dan bergantung kepada jin demi terkabulnya hajat,
merupakan syirik dalam ibadah.
Seorang muslim ketika hendak berdiri maupun duduk selalu mengucapkan: “Ya
Aba Qosim, Ya Syaikh Abdul Qodir Jailani”, termasuk dalam syirik besar. Istighotsah
kepada selain Allah untuk kesembuhan orang sakit, menurunkan hujan, atau
memanjangkan umur, termasuk
syirik besar.
Hukum meminta tolong dengan kuburan para wali, tawaf mengitarinya, mencari
berkah dengan batu-batuannya dan bernadzar untuk para wali tersebut adalah syirik
besar.
Meminta tolong kepada para wali yang telah mati, memayungi kuburannya dan
ber tawassul dengan mereka adalah syirik besar (adapun memayungi
kuburannya termasuk bid’ah yang mengantarkan kepada syirik). Boleh seorang
muslim berdoa dengan nama-nama Allah demi kesembuhan dari penyakit. Hukum Islam
terhadap orang yang meminta tolong kepada jin untuk mengetahui perkara-perkara
ghaib, tidak
boleh karena termasuk syirik.
Sebagaimana kita ketahui bahwa seluruh makhluk yang
muslim dan seluruh ahli agama dari kalangan apapun ia, telah melazimi
bahwasanya do’a merupakan sebab terkuat untuk meraih manfaat dan menolak
madharat. Allah telah memberi kabar jika orang kafir ia mendapati sebuah
bencana diatas kapal mereka maka mereka akan memohon kepada Allah ta’ala
dengan penuh keikhlasan. Oleh karenanya kita sebagai kaum muslimin yang mengaku
beriman hendaknya selalu menyandarkan diri kepada Allah ta’ala dalam
segala tingkah laku terkhusus dalam do’a, karena hanya Allah ta’ala lah
yang pantas dan berhak untuk dimintai permohonan bukan yang lain. Wallahu
a’alam bis shawab.
Referensi:
·
Pembatal
keislaman, kitab asli Syeikh Sulaiman Nashir Ulwan dalam bukunya at-tibyan syarhu nawaqidhil
islam hal
60, 64.
·
Akidah
word bab 14
·
Kitabut Tauhid karya DR. Shalih Bin Fauzan Al-Fauzan versi
arab hal 327
·
al
minhah al ilahiyah fi tahdzibi syarhi at thahawi karya Imam At Thahawi
#
almanhaj.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar